Makalah Dasar Oseanografi
TURBULENSI DI PERAIRAN
Oleh:
Deswanti Sitanggang
150302027

MATA KULIAH DASAR OSENOGRAFI
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
2017
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “Turbulensi
di Perairan”.
Paper ini sebagai salah satu syarat
masuk dalam memenuhi nilai tugas mata kuliah Dasar
Oseanografi.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Dasar Oseanografi Bapak Prof. Dr. Hasan Sitorus M.Si sebagai dosen mata kuliah Dasar
Osenografi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan
makalah ini.
Demikianlah paper ini dibuat, penulis menyadari
bahwa dalam penulisan paper ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dalam penulisan selanjutnya.
Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,
Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................
1
Tujuan Penulisan............................................................................. 4
Manfaat Penulisan..........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Turbulensi................................................................................... 5
Statifikasi Massa Air Berdasarkan Turbulensi............................................ 6
Percampuran (Mixing) di Lautan................................................................ 7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turbulensi........................................... 9
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.....................................................................................
11
Saran...............................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Laut adalah kumpulan
air asin yang sangat luas yang memisahkan benua yang satu dengan benua yang
lainnya, dan juga memisahkan pulau yang satu dengan yang lainnya. Lautan yang merupakan wilayah air
pada dasarnya dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu permukaan lautan dalam lautan
dasar lautan. Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang memiliki ciri-ciri
antara lain: bersifat kontinental, luas dan dalam, asin, memiliki arus dan
gelombang, pasang surut, dan dihuni oleh organisme baik plankton, nekton maupun
bentos. Ekosistem laut yang luas dan dalam menyebabkan terdinya varasi fisika-kimiawi lingkungan yang akan
menjadi faktor pembatas bagi kehidupan organisme (Azlina dan Takdir, 2011).
Lautan
di dunia merupakan kesatuan ekosistem
dimana serangkaian komunitas dapat mempengaruhi faktor-faktor fisik dan kimia
air laut di sekelilingnya. Ekosistem
yang besar ini dapat dibagi menjadi daerah-daerah kecil dimana parameter fisika
dan kimia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap populasi dari daerah
tersebut. Laut
seperti halnya daratan dihuni oleh biota yakni tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme hidup.Biota laut menghuni hampir semua bagian laut, mulai dari
pantai, permukaan laut sampai dasar laut yang terdalam sekalipun. Keberadaan
biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karna kehidupan
yang penuh rahasia, tetapi juga karna manfaatnya yang besar bagi kehidupan
manusia (Hadikusumah,2009).
Oseanografi
fisis khusus mempelajari segala sifat dan karakter fisik yang membangun sistem fluidanya. Oseanografi
biologi mempelajari
sisi hayati samudera guna mengungkap berbagai siklus kehidupan
organisme yang hidup di atau dari samudera. Oseanografi kimia melihat
berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur, molekul, atau campuran
dalam sistem samudera yang menyebabkan perubahan zat secara reversibel
atau ireversibel. Dan oseanografi geologi memfokuskan pada bangunan
dasar samudera yang berkaitan dengan struktur dan evolusi cekungan
samudera (Supiyanto dan
Agus, 2007).
Beberapa
aspek penting disiplin ilmu oseanografi agak sulit
dikatagorikan ke dalam salah satu dari empat keilmuan di atas, seperti
aspek-aspek geofisika, biofisika, nutrisi, petrologi, antropologi,
meteorologi, dan farmakologi. Disamping itu, oseanografi juga dipengaruhi
oleh keilmuan yang tidak termasuk sains murni, seperti sejarah, hukum,
atau sosiologi. Lebih lanjut sekarang juga telah berkembang cabang baru
oseanografi yang disebut oseanografi terapan. Karena deskripsi tentang
seorang oseanografer akan melingkupi keilmuan yang kompleks (Kurniawan dkk., 2011).
dikatagorikan ke dalam salah satu dari empat keilmuan di atas, seperti
aspek-aspek geofisika, biofisika, nutrisi, petrologi, antropologi,
meteorologi, dan farmakologi. Disamping itu, oseanografi juga dipengaruhi
oleh keilmuan yang tidak termasuk sains murni, seperti sejarah, hukum,
atau sosiologi. Lebih lanjut sekarang juga telah berkembang cabang baru
oseanografi yang disebut oseanografi terapan. Karena deskripsi tentang
seorang oseanografer akan melingkupi keilmuan yang kompleks (Kurniawan dkk., 2011).
Oseanografi
fisis melingkupi dua kegiatan utama (1) studi
observasi langsung pada samudera dan penyiapan peta sinoptik elemenelemen yang membangun karakter samudera, serta (2) studi teoretis proses
fisis yang diharapkan dapat memberi arah dalam observasi samudera. Keduanya tidak dapat berdiri sendiri tanpa informasi dari sisi kimiawi, biologi, dan geologi sebagai bagian dari deskripsi samudera dan untuk validitas kondisi fisisnya.
Ilmuwan menyatakan bahwa gerakan pada fluida samudera dan
atmosfer merupakan konsekuensi dari pemanasan matahari yang tidak
merata di permukaan bumi. Pemanasan yang tidak merata menghasilkan
perbedaan temperatur antara zona-zona di kawasan kutub dengan zona-zona di kawasan ekuator (Martono, 2009).
observasi langsung pada samudera dan penyiapan peta sinoptik elemenelemen yang membangun karakter samudera, serta (2) studi teoretis proses
fisis yang diharapkan dapat memberi arah dalam observasi samudera. Keduanya tidak dapat berdiri sendiri tanpa informasi dari sisi kimiawi, biologi, dan geologi sebagai bagian dari deskripsi samudera dan untuk validitas kondisi fisisnya.
Ilmuwan menyatakan bahwa gerakan pada fluida samudera dan
atmosfer merupakan konsekuensi dari pemanasan matahari yang tidak
merata di permukaan bumi. Pemanasan yang tidak merata menghasilkan
perbedaan temperatur antara zona-zona di kawasan kutub dengan zona-zona di kawasan ekuator (Martono, 2009).
Seperti yang
kita ketahui, alam semesta ini terlihat begitu sederhana. Dibalik kesederhanaan
itulah terdapat susunan unsur yang rumit atau kompleks yang bisa menjadi daya
tarik tersendiri untuk dipahami dan dipelajari. Salah satu komponen alam yang
terlihat sederhana namun kompleks adalah laut. Laut merupakan kumpulan air yang
sebagian besar menyelimuti hamparan muka Bumi ini. Jika dibandingkan dengan
daratan, luas wilayah laut jauh lebih besar.
Bagi sebagian orang, laut hanya terlihat seperti sekumpulan air asin yang
terhampar luas di Bumi ini dengan pergerakannya yang statis. Akan tetapi, bagi
para peneliti dunia yang bergelut di bidang Kelautan, mereka memiliki pandangan
lain mengenai laut. Dengan pandangan bahwa laut itu dinamis dan memiliki
pengaruh besar terhadap alam semesta ini, mereka mencoba untuk memahami laut
itu sendiri. Terbukti dengan teori-teori yang menjelaskan tentang gejala alam
yang terjadi di laut, salah satunya adalah turbulensi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), turbulensi merupakan gerak
bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir. Sedangkan menurut
Thorpe (2007), turbulensi dapat dipahami sebagai keadaan gerak yang aktif,
rotasional, berpusar, dan tdak beraturan. Secara umum, turbulensi adalah
permasalahan fisika klasik yang paling tua, paling sukar dan sering membuat
orang kebingungan hingga frustasi. Namun di zaman ini, turbulensi disebut
sebagai permasalahan fisika klasik modern. Hal ini disebabkan oleh beberapa
perkembangan pesat teori tentang turbulensi itu sendiri.
Proses
percampuran di perairan paparan kontinen dapat disebabkan oleh berbagai proses
oseanik tetapi utamanya oleh pasang surut (pasut) internal, soliton, internal
hydraulic dan turbulensi lapisan tepi (boundary layer turbulence)
(Lien and Gregg, 2001). Pasut barotropik yang kuat mengalir melintasi shelf
break dapat membangkitkan beam of internal tides yang menjalar ke
perairan dalam dan perairan paparan. Pasut barotropik juga dapat menimbulkan internal
hydraulic dan menghasilkan turbulen yang kuat.
Berbagai
proses oseanik menyebabkan kerumitan
proses percampuran di wilayah pesisir dibandingkan dengan di laut terbuka.
Sayangnya pengamatan proses percampuran di perairan paparan kontinen masih
relatif sedikit sehingga sering kali ditarik kesimpulan bahwa percampuran di
sepanjang perairan paparan kontinen tidak lebih besar daripada yang terjadi di
lapisan termoklin laut terbuka.
Turbulensi
dapat terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, seperti proses pencampuran coklat
pada secangkir susu hingga dispersi polutan yang terjadi di atmosfer.
Terjadinya pembentukan galaksi pada awal terciptanya alam semesta ini hingga
konveksi teral air dalam panci yang mendidih. Begitu pula dengan turbulensi
yang terjadi laut yang dikenal dengan sebutan mixing oleh para ahli Oseanographer.
Proses
pergerakan massa air secara vertikal ke atas permukaan disebut upwelling,
selain itu pergerakan ini membawa nutrien yang terkandung di dalam massa air.
Fenomena ini sangat berkaitan dengan tingkat kesuburan perairan. Hal ini
dikarenakan dengan terlihatnya fluktiasi nutrien yang terangkat pada lapisan
dalam di suatu perairan. Titik poinnya adalah terjadinya pencampuran vertikal
massa air diebabkan oleh ketidakstabilan partikel sel massa air akibat dari
aktivitas gelombang internal atau aliran massa air yang berinteraksi dengan
konfigurasi topografi dasar perairan.
Jika dilihat dari ulasan di atas, laut memang tidak sesederhana seperti apa
yang terlihat. Banyak fenomena yang terjadi di dalamnya yang menarik untuk
lebih dipahami, sala satunya adalah fenomena turbulensi (mixing) yang
berdamak pada kesuburan erairan, sirkulasi air laut, bahkan perubahan iklim.
Dengan semakin pahamnya kita terhadap suatu fenomena khususnya yang terjadi di
laut, maka semakin kita bisa mengantisipasi dampak yang akan terjadi, hal ini
bertujuan demi terciptanya kestabilan di alam semesta yang kita huni ini.
Topographically
induced-turbulence yang kemungkinan besar banyak terjadi di
perairan pesisir Indonesia yang diketahui memiliki topografi dasar perairan
yang kompleks. Dengan pengetahuan ini misalnya dapat membantu estimasi porsi
kekuatan percampuran yang disebabkan kompleksitas dasar perairan lintasan
Arlindo yang massa airnya diketahui memiliki karakter khas karena proses
percampuran yang kuat di dalam perairan internal Indonesia.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
:
1. Untuk
mengetahui tentang
Turbulensi di perairan.
2. Untuk
mengetahui stratifikasi
massa air berdasarkan turbulensi di perairan.
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam proses terjadinya turbulensi di perairan.
Manfaat Penulisan
Manfaat
dari penulisan
makalah ini adalah sebagai
sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan dan sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar Oseanografi.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Turbulensi
Turbulensi adalah pencampuran air
dengan vector yang berbeda arah dan tenanga, sehingga membentuk suatu gelombang
atau pusaran-pusaran air. Arus
turbulen dapat terjadi dalam perairan, ketika arus air laminar (lurus)
bertabrakan dengan suatu
penghalang (barier) seperti terumbu buatan kemudian timbul pusaran (eddies)
disekitar penghalang tersebut. Arus turbulen
mempengaruhi distribusi larva invertebrata planktonik melalui dua faktor; yaitu faktor fisik,
pergerakan vertikal (transportasi) melalui kolom air dan faktor perilaku,
pelekatan tempat
hidup.
Pada
perairan yang mengalami turbulensi, kelimpahan
larva invertebrata planktonik lebih besar dibanding perairan lain. Hal tersebut disebabkan karena pergerakan
vertikal (transportasi) melalui kolom air yang menyebabkan peningkatan potensi bertemunya fitoplankton
dengan zooplankton. Sehingga secara tidak langsung
berdasarkan siklus rantai makanannya, bila terdapat kelimpahan fitoplankton
akan diikuti oleh kelimpahan
zooplankton dan ikan yang berperan sebagai konsumennya (Saptarini, dkk., 2010).
Proses
percampuran di perairan paparan kontinen dapat disebabkan oleh berbagai proses
oseanik tetapi utamanya oleh pasang surut (pasut) internal, soliton, internal
hydraulic dan turbulensi lapisan tepi (boundary layer turbulence) (Lien
and Gregg, 2001). Pasut barotropik yang kuat mengalir melintasi shelf break dapat
membangkitkan beam of internal tides yang menjalar ke perairan dalam dan
perairan paparan. Pasut barotropik juga dapat menimbulkan internal hydraulic
dan menghasilkan turbulen yang kuat. Berbagai proses oseanik ini
menyebabkan kerumitan proses percampuran di wilayah pesisir dibandingkan dengan
di laut terbuka. Sayangnya pengamatan proses percampuran di perairan paparan
kontinen masih relatif sedikit sehingga sering kali ditarik kesimpulan bahwa
percampuran di sepanjang perairan paparan kontinen tidak lebih besar daripada
yang terjadi di lapisan termoklin laut terbuka (Naulita, 2014).
Turbulensi merupakan gerak bergolak
tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir. Sedangkan menurut Thorpe
(2007), turbulensi dapat dipahami sebagai keadaan gerak yang aktif, rotasional,
berpusar, dan tdak beraturan. Secara umum, turbulensi adalah permasalahan
fisika klasik yang paling tua, paling sukar dan sering membuat orang kebingungan
hingga frustasi. Namun di zaman ini, turbulensi disebut sebagai permasalahan
fisika klasik modern. Hal ini disebabkan oleh beberapa perkembangan pesat teori
tentang turbulensi itu sendiri.
Stratifikasi Massa Air
Berdasarkan Turbulensi
Turbulensi dapat terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, seperti proses
pencampuran coklat pada secangkir susu hingga dispersi polutan yang terjadi di
atmosfer. Terjadinya pembentukan galaksi pada awal terciptanya alam semesta ini
hingga konveksi teral air dalam panci yang mendidih. Begitu pula dengan
turbulensi yang terjadi laut yang dikenal dengan sebutan mixing oleh
para ahli Oseanographer.
Gambar:
Starifikasi Massa Air
Secara vertikal, massa air memiliki lapisan-lapisan yang terbentuk dengan
komposisi fisik tertentu, seperti temperatur, salinitas, densitas, dan tekanan.
Adanya fenomena pelapisan massa air ini, dapat mempengaruhi kestabilan massa
air tersebut (Pond dan Pickard, 1983). Secara umum, densitas massa air akan
meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Dalam kondisi tidak adanya
gangguan, massa air yang memiliki densitas rendah akan selalu berada di atas
massa air yang berdensitas tinggi. Adanya gangguan akan berpotensi mendistorsi
profil tersebut yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur secara vertikal,
dimana massa air dengan densitas tinggi berada di atas massa air berdensitas
rendah. Kestabilan ini akan menyebabkan berisolasi atau bergerak secara
vertikal pada kolom air, karena pada prinsipnya fluida akan cenderung bergerak
untuk mencari posisi stabil (Pickard dan Emery, 1990).
Proses pergerakan massa air secara vertikal ke atas permukaan disebut upwelling,
selain itu pergerakan ini membawa nutrien yang terkandung di dalam massa air.
Fenomena ini sangat berkaitan dengan tingkat kesuburan perairan. Hal ini
dikarenakan dengan terlihatnya fluktiasi nutrien yang terangkat pada lapisan
dalam di suatu perairan. Titik poinnya adalah terjadinya pencampuran vertikal
massa air diebabkan oleh ketidakstabilan partikel sel massa air akibat dari
aktivitas gelombang internal atau aliran massa air yang berinteraksi dengan
konfigurasi topografi dasar perairan.
Turbulensi pada air laut dapat
dibagi atau terstratifikasi sebagai berikut:
a. Turbulensi
pada surface water : turbulensi pada surface water dapat terjadi akibat
kekuatan angin dan pasang surut air.
b. Turbulensi pada
intermediate water: turbulensi pada intermediate water dipengaruhi
oleh arus geser baik secara vertical maupun lateral.
c. Turbulensi
pada deep water: turbulensi pada deep water dapat dipengaruhi oleh keadaan
lantai dasar yang tidak rata,sehingga merubah arah gerak arus.
Percampuran (Mixing) Turbulen di Lautan
Fluida, udara dan air di atmosfer dan lautan yang
menyelimuti bumi yang padat, hampir semuanya berada pada status turbulen.
Turbulen sangat efektif dalam transfer momentum dan panas di lautan.
Pengetahuan tentang turbulen dan pengaruhnya di lautan sangat krusial untuk
mengerti bagaimana lautan bekerja dan untuk membangun model untuk memprediksi
bagaimana lautan akan berubah atau interaksi dengan atmosfer untuk kedepannya
(Thorpe, 2005).
Aliran di laut adalah aliran turbulen, dan
percampuran sebagian besar adalah hasil dari stirring (gerakan) turbulen eddy. Percampuran turbulen kebanyakan
sepanjang permukaan isopiknal, tempat dimana terjadinya pelepasan energi yangg
sedikit, tetapi percampuran dan perbedaan densitan air juga terjadi. Hal ini
disebut seabgai “percampuran diapiknal” (Open University, 2004).
Setelah beberapa dekade, telah jelas bahwa variasi
temperatur dan salinitas itu sendiri yang menyebabkan percampuran (mixing). Selama terjadi proses
percampuran, panas dan garam akan berdifusi yang terjadi pada level molekular.
Difusi panas lebih cepat dibanding difusi garam, dan reltif cepat transfer
panas dari lapisan yang lebih panas, air yang salinitasnya lebih tinggi ke
lapisan yang lebih dingin, air yang salinitasnya kurang tinggi mungkin menyebabkan
ketidakstabilan dalam skala kecil. Fenomena yang berkaitan dengan difusi panas
dan garam ini adalah salt fingering.
Proses ini berkontribusi signifikan terhadap percampuran vertikal di laut
secara umum, dan fenomena skala sangat kecilnya overturns konvektif berpengaruh pada karakteristik massa air secara
besar (Open University, 2004).
Turbulen akan membawa nutrien dari dasar ke permukaan
sehingga fitoplankton bisa berfotosintesis dan lingkungan laut menjadi subur.
Turbulen dekat permukaan yang digerakkan oleh angin dan proses pendinginan,
bisa membawa panas dari dan ke dalam laut sehingga laut menjadi reservoir
sebagai komponen utama penggerak iklim bumi. Selain itu, turbulen di dasar perairan menjadi pengontrol
pengendapan dan resuspensi sedimen (Sulaiman, 2000). Turbulensi juga
mempengaruhi penjalaran gelombang akustik dan gelombang optik di laut melalui
peristiwa hamburan, refraksi dan difleksi (Monin, A.S dan R.V Ozmidov, 1985).
Kajian
percampuran massa air sangat berpengaruh pada berbagai isu, mulai dari iklim
regonal yang berkaitan dengan transfer bahang dan massa air tawar ke lapisan
termoklin, serta penting untuk mendapatkan nilai fluks nutrien dari lapisan
termoklin yang bersesuaian dengan lapisan nutriklin (Purwardana et al, 2014).
Mixing di sekitar
selat memainkan peran penting pada variabilitas 20 tahunan dari suhu,
salinitas, konsentrai nutrien dan konsentrasi oksigen terlarut, kemungkinan
juga mengubah amplitudo pasang surut oleh siklus pasang surut 18.6 tahunan
(Itoh et al, 2014).
Percampuran turbulen pada batas laut memainkan peran
penting pada sirkulasi global dan transpor panas. Percampuran diapiklinal di
laut terbuka berkisar antara 5 x 10-6 m2s-1
hingga 3 x 10-5
m2s-1. Karena interaksi yang kuat antara arus pasang
surut dan skala kecil topografi dasar, dissipasi turbulen dan percampuran
diapiklinal pada batas laut adalah 100-1000 kali lebih besar dibanding di dalam
lautan terbuka (Munk dan Wunsch, 1998; Garret dan Laurent, 2002 dalam Xu et al,
2012)
Percampuran external dibangkitkan oleh pasang surut, angin dan arus
gravitasi pada perairan pantai. Percampuran berpengaruh pada ekologi basin
pantai seperti fyord, inlet, teluk, dan laguna, karena intensitas dan perubahan
mempengaruhi ventilasi basin tertutup. Percampuran fisik juga bisa mesuplai
nutrien ke zona eufotik, berpotensi meningkatkan pengikatan karbon untuk
fotosintesis. Proses ini terutama sekali penting untuk produktivitas primer
global (Sato et al, 2014).
Pada percampuran massa air, hubungan antara suhu dan salinitas massa
air tersebut akan meunjukkan intensitas dan daerah terjadinya campuran. Dengan
mempelajari hubungan salinitas dan suhu dapat mengetahui proses percampuran
yang dapat terjadi.
Secara horizontal sebaran
suhu didasarkan pada letak lintang. Wilayah dengan intesitas penyinaran
matahari yang lebih banyak ialah daerah-daerah yang terletak pada lintang 100LU
– 100LS. Implikasinya, suhu air laut tertinggi akan ditemukan di
daerah sekitar ekuator. Semakin ke arah kutub, suhu air laut semakin dingin
(Hutagalung, 1998 dalam Rosmawati. 2004). Hal ini jugalah yang
menyebabkan kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil.
Turbulensi juga berkontibusi
dalam terjadinya stratifikasi suhu di perairan. Sebaran vertikal suhu di
perairan tropis dapat dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen,
lapisan termoklin dan lapisan dalam (Soegiarto dan Birowo, 1975 dalam
Perdede, 1975). Lapisan homogen bercirikan penyebaran parameter oseanografi
yang homogen yang disebabkan oleh adanya pengadukan angin dan arus. Kedalaman
lapisan homogen di perairan tropis berkisar antara 50 – 100 m. Lapisan
termoklin dicirikan dengan penurunan (gradasi) suhu yang cepat per kedalaman.
Letak lapisan termoklin berada pada kedalaman 100 – 300 m dari permukaan laut.
Selanjutnya lapisan di bawah lapisan temoklin merupakan lapisan dalam.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turbulensi
Topografi
dasar perairan paparan kontinen juga berperan besar dalam mekanisme turbulensi
di wilayah pesisir. Nash and Moum (2001), menyatakan meskipun coastal shelf dibentuk
oleh lekuk batimetrik yang relatif kecil, tetapi bentuk demikian secara nyata
mempercepat arus rata-rata (mean current) dan memodifikasi shear menegak,
menguatkan gradien densitas dan mengurangi ambien aliran terstratifikasi. Oleh
karena itu topogra-phically induced-turbulence di perairan paparan
kontinen perlu diperhitungkan sebagai fraksi yang cukup besar dari total
percampuran di wilayah pesisir.
Beralih ke sebaran suhu
secara melintang, dimana suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari
daerah pantai menuju laut lepas. Karena dekat dengan daratan, pada siang hari
suhu di pantai umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah laut
terbuka karena pada siang hari daratan lebih mudah menyerap panas matahari.
Sedangkan laut relatif sulit untuk melepaskan panas bila suhu di lingkungannya
tidak berubah. Begitu juga pada malam hari sehingga di daerah lepas pantai
suhunya lebih rendah dan lebih stabil dibanding daerah pantai (Sugiarto dan Birowo, 1975 dalam
Perdede, 1975).
Lapisan
tercampur ditentukan dengan menghitung gradien = 0,02 dengan titik acuan
densitas permukan. Bila gradien le-bih dari 0,02 maka lapisan tersebut
dikate-gorikan sebagai lapisan termoklin (Cisewski et al., 2005). Batas
antara lapisan termoklin dan lapisan dalam yang homogen dilihat secara visual
dari data densitas yang di cross cek dengan data temperatur, batasnya
adalah daerah dimana nilai densitas tidak menurun tajam terhadap kedalaman.
Kedalaman lapis-an tercampur, termoklin dan lapisan homo-gen di bagian dalam
berbeda-beda pada setiap penurunan CTD.

Kesimpulan
Kesimpulan dari
makalah ini ialah sebagai berikut:
1.
Turbulensi adalah pencampuran air dengan vector yang berbeda
arah dan tenanga, sehingga membentuk suatu gelombang
atau pusaran-pusaran air. Arus turbulen dapat terjadi dalam perairan, ketika
arus air laminar (lurus) bertabrakan dengan suatu penghalang (barier)
seperti terumbu buatan kemudian timbul pusaran (eddies) disekitar penghalang tersebut.
2. Turbulensi pada air laut dapat
dibagi atau terstratifikasi sebagai berikut:
a. Turbulensi
pada surface water : turbulensi pada surface water dapat terjadi akibat
kekuatan angin dan pasang surut air.
b. Turbulensi
pada intermediate water: turbulensi pada intermediate water dipengaruhi
oleh arus geser baik secara vertical maupun lateral.
c. Turbulensi
pada deep water: turbulensi pada deep water dapat dipengaruhi oleh keadaan
lantai dasar yang tidak rata,sehingga merubah arah gerak arus.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
turbulensi di perairan yaitu suhu, arus, densitas, dan topografi dasar
perairan.
Saran
Saran dari mata kuliah ini adalah diharapkan agar seluruh mahasiswa lebih
mempersiapkan diri sebelum masuk mata kuliah Dasar Oseanografi agar proses perkuliahan dapat berjalan dengan lancer dan aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar