Minggu, 19 November 2017

TURBULENSI PERAIRAN



Makalah Dasar Oseanografi
TURBULENSI DI PERAIRAN


Oleh:
Deswanti Sitanggang
150302027






















MATA KULIAH DASAR OSENOGRAFI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017




KATA PENGANTAR
          Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul Turbulensi di Perairan”. Paper ini sebagai salah satu syarat masuk dalam memenuhi nilai tugas mata kuliah Dasar Oseanografi.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar Oseanografi Bapak Prof. Dr. Hasan Sitorus M.Si sebagai dosen mata kuliah Dasar Osenografi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah  ini.
            Demikianlah paper ini dibuat, penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dalam penulisan selanjutnya. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.






                                                                                           Medan,   Desember 2016



                                                                                                        Penulis






DAFTAR ISI
                                                                                                            Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................             i
DAFTAR ISI.............................................................................................              ii
PENDAHULUAN
            Latar Belakang................................................................................              1
            Tujuan Penulisan.............................................................................              4
            Manfaat Penulisan..........................................................................              4
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Turbulensi...................................................................................             5
Statifikasi Massa Air Berdasarkan Turbulensi............................................             6
Percampuran (Mixing) di Lautan................................................................             7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turbulensi...........................................             9
KESIMPULAN DAN SARAN
            Kesimpulan.....................................................................................            11
            Saran...............................................................................................            11
DAFTAR PUSTAKA














PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laut adalah kumpulan air asin yang sangat luas yang memisahkan benua yang satu dengan benua yang lainnya, dan juga memisahkan pulau yang satu dengan yang lainnya. Lautan yang merupakan wilayah air pada dasarnya dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu permukaan lautan dalam lautan dasar lautan. Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang memiliki ciri-ciri antara lain: bersifat kontinental, luas dan dalam, asin, memiliki arus dan gelombang, pasang surut, dan dihuni oleh organisme baik plankton, nekton maupun bentos. Ekosistem laut yang luas dan dalam menyebabkan terdinya varasi fisika-kimiawi lingkungan yang akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan organisme  (Azlina dan Takdir, 2011).
Lautan di dunia merupakan kesatuan ekosistem dimana serangkaian komunitas dapat mempengaruhi faktor-faktor fisik dan kimia air laut di sekelilingnya. Ekosistem yang besar ini dapat dibagi menjadi daerah-daerah kecil dimana parameter fisika dan kimia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap populasi dari daerah tersebut. Laut seperti halnya daratan dihuni oleh biota yakni tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme hidup.Biota laut menghuni hampir semua bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut yang terdalam sekalipun. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karna kehidupan yang penuh rahasia, tetapi juga karna manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia  (Hadikusumah,2009).
Oseanografi fisis khusus mempelajari segala sifat dan karakter fisik yang membangun sistem fluidanya. Oseanografi biologi mempelajari sisi hayati samudera guna mengungkap berbagai siklus kehidupan organisme yang hidup di atau dari samudera. Oseanografi kimia melihat berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur, molekul, atau campuran dalam sistem samudera yang menyebabkan perubahan zat secara reversibel atau ireversibel. Dan oseanografi geologi memfokuskan pada bangunan dasar samudera yang berkaitan dengan struktur dan evolusi cekungan samudera (Supiyanto dan Agus, 2007).
Beberapa aspek penting disiplin ilmu oseanografi agak sulit
dikatagorikan ke dalam salah satu dari empat keilmuan di atas, seperti
aspek-aspek geofisika, biofisika, nutrisi, petrologi, antropologi,
meteorologi, dan farmakologi. Disamping itu, oseanografi juga dipengaruhi
oleh keilmuan yang tidak termasuk sains murni, seperti sejarah, hukum,
atau sosiologi. Lebih lanjut sekarang juga telah berkembang cabang baru
oseanografi yang disebut oseanografi terapan. Karena deskripsi tentang
seorang oseanografer akan melingkupi keilmuan yang kompleks  (Kurniawan dkk., 2011).
Oseanografi fisis melingkupi dua kegiatan utama (1) studi
observasi langsung pada samudera dan penyiapan peta sinoptik elemenelemen yang membangun karakter samudera, serta (2) studi teoretis proses
fisis yang diharapkan dapat memberi arah dalam observasi samudera. Keduanya tidak dapat berdiri sendiri tanpa informasi dari sisi kimiawi, biologi, dan geologi sebagai bagian dari deskripsi samudera dan untuk validitas kondisi fisisnya.
Ilmuwan meny
atakan bahwa gerakan pada fluida samudera dan
atmosfer merupakan konsekuensi dari pemanasan matahari yang tidak
merata di permukaan bumi. Pemanasan yang tidak merata menghasilkan
perbedaan temperatur antara zona-zona di kawasan kutub dengan zona
-zona di kawasan ekuator (Martono, 2009).
Seperti yang kita ketahui, alam semesta ini terlihat begitu sederhana. Dibalik kesederhanaan itulah terdapat susunan unsur yang rumit atau kompleks yang bisa menjadi daya tarik tersendiri untuk dipahami dan dipelajari. Salah satu komponen alam yang terlihat sederhana namun kompleks adalah laut. Laut merupakan kumpulan air yang sebagian besar menyelimuti hamparan muka Bumi ini. Jika dibandingkan dengan daratan, luas wilayah laut jauh lebih besar.
            Bagi sebagian orang, laut hanya terlihat seperti sekumpulan air asin yang terhampar luas di Bumi ini dengan pergerakannya yang statis. Akan tetapi, bagi para peneliti dunia yang bergelut di bidang Kelautan, mereka memiliki pandangan lain mengenai laut. Dengan pandangan bahwa laut itu dinamis dan memiliki pengaruh besar terhadap alam semesta ini, mereka mencoba untuk memahami laut itu sendiri. Terbukti dengan teori-teori yang menjelaskan tentang gejala alam yang terjadi di laut, salah satunya adalah turbulensi.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), turbulensi merupakan gerak bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir. Sedangkan menurut Thorpe (2007), turbulensi dapat dipahami sebagai keadaan gerak yang aktif, rotasional, berpusar, dan tdak beraturan. Secara umum, turbulensi adalah permasalahan fisika klasik yang paling tua, paling sukar dan sering membuat orang kebingungan hingga frustasi. Namun di zaman ini, turbulensi disebut sebagai permasalahan fisika klasik modern. Hal ini disebabkan oleh beberapa perkembangan pesat teori tentang turbulensi itu sendiri.            
Proses percampuran di perairan paparan kontinen dapat disebabkan oleh berbagai proses oseanik tetapi utamanya oleh pasang surut (pasut) internal, soliton, internal hydraulic dan turbulensi lapisan tepi (boundary layer turbulence) (Lien and Gregg, 2001). Pasut barotropik yang kuat mengalir melintasi shelf break dapat membangkitkan beam of internal tides yang menjalar ke perairan dalam dan perairan paparan. Pasut barotropik juga dapat menimbulkan internal hydraulic dan menghasilkan turbulen yang kuat.
Berbagai proses oseanik  menyebabkan kerumitan proses percampuran di wilayah pesisir dibandingkan dengan di laut terbuka. Sayangnya pengamatan proses percampuran di perairan paparan kontinen masih relatif sedikit sehingga sering kali ditarik kesimpulan bahwa percampuran di sepanjang perairan paparan kontinen tidak lebih besar daripada yang terjadi di lapisan termoklin laut terbuka.
Turbulensi dapat terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, seperti proses pencampuran coklat pada secangkir susu hingga dispersi polutan yang terjadi di atmosfer. Terjadinya pembentukan galaksi pada awal terciptanya alam semesta ini hingga konveksi teral air dalam panci yang mendidih. Begitu pula dengan turbulensi yang terjadi laut yang dikenal dengan sebutan mixing oleh para ahli Oseanographer.
Proses pergerakan massa air secara vertikal ke atas permukaan disebut upwelling, selain itu pergerakan ini membawa nutrien yang terkandung di dalam massa air. Fenomena ini sangat berkaitan dengan tingkat kesuburan perairan. Hal ini dikarenakan dengan terlihatnya fluktiasi nutrien yang terangkat pada lapisan dalam di suatu perairan. Titik poinnya adalah terjadinya pencampuran vertikal massa air diebabkan oleh ketidakstabilan partikel sel massa air akibat dari aktivitas gelombang internal atau aliran massa air yang berinteraksi dengan konfigurasi topografi dasar perairan.
           Jika dilihat dari ulasan di atas, laut memang tidak sesederhana seperti apa yang terlihat. Banyak fenomena yang terjadi di dalamnya yang menarik untuk lebih dipahami, sala satunya adalah fenomena turbulensi (mixing) yang berdamak pada kesuburan erairan, sirkulasi air laut, bahkan perubahan iklim. Dengan semakin pahamnya kita terhadap suatu fenomena khususnya yang terjadi di laut, maka semakin kita bisa mengantisipasi dampak yang akan terjadi, hal ini bertujuan demi terciptanya kestabilan di alam semesta yang kita huni ini.
            Topographically induced-turbulence yang kemungkinan besar banyak terjadi di perairan pesisir Indonesia yang diketahui memiliki topografi dasar perairan yang kompleks. Dengan pengetahuan ini misalnya dapat membantu estimasi porsi kekuatan percampuran yang disebabkan kompleksitas dasar perairan lintasan Arlindo yang massa airnya diketahui memiliki karakter khas karena proses percampuran yang kuat di dalam perairan internal Indonesia.
Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui tentang Turbulensi di perairan.
2.    Untuk mengetahui stratifikasi massa air berdasarkan turbulensi di perairan.
3.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses terjadinya turbulensi di perairan.
Manfaat Penulisan
            Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan dan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Oseanografi.




TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Turbulensi
Turbulensi adalah pencampuran air dengan vector yang berbeda arah dan tenanga, sehingga membentuk suatu gelombang atau pusaran-pusaran air. Arus turbulen dapat terjadi dalam perairan, ketika arus air laminar (lurus) bertabrakan dengan suatu penghalang (barier) seperti terumbu buatan kemudian timbul pusaran (eddies) disekitar penghalang tersebut. Arus turbulen mempengaruhi distribusi larva invertebrata planktonik melalui dua faktor; yaitu faktor fisik, pergerakan vertikal (transportasi) melalui kolom air dan faktor perilaku, pelekatan tempat hidup.
Pada perairan yang mengalami turbulensi, kelimpahan larva invertebrata planktonik lebih besar dibanding perairan lain. Hal tersebut disebabkan karena pergerakan vertikal (transportasi) melalui kolom air yang menyebabkan peningkatan potensi bertemunya fitoplankton dengan zooplankton. Sehingga secara tidak langsung berdasarkan siklus rantai makanannya, bila terdapat kelimpahan fitoplankton akan diikuti oleh kelimpahan zooplankton dan ikan yang berperan sebagai konsumennya (Saptarini, dkk., 2010).
            Proses percampuran di perairan paparan kontinen dapat disebabkan oleh berbagai proses oseanik tetapi utamanya oleh pasang surut (pasut) internal, soliton, internal hydraulic dan turbulensi lapisan tepi (boundary layer turbulence) (Lien and Gregg, 2001). Pasut barotropik yang kuat mengalir melintasi shelf break dapat membangkitkan beam of internal tides yang menjalar ke perairan dalam dan perairan paparan. Pasut barotropik juga dapat menimbulkan internal hydraulic dan menghasilkan turbulen yang kuat. Berbagai proses oseanik ini menyebabkan kerumitan proses percampuran di wilayah pesisir dibandingkan dengan di laut terbuka. Sayangnya pengamatan proses percampuran di perairan paparan kontinen masih relatif sedikit sehingga sering kali ditarik kesimpulan bahwa percampuran di sepanjang perairan paparan kontinen tidak lebih besar daripada yang terjadi di lapisan termoklin laut terbuka (Naulita, 2014).
Turbulensi merupakan gerak bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir. Sedangkan menurut Thorpe (2007), turbulensi dapat dipahami sebagai keadaan gerak yang aktif, rotasional, berpusar, dan tdak beraturan. Secara umum, turbulensi adalah permasalahan fisika klasik yang paling tua, paling sukar dan sering membuat orang kebingungan hingga frustasi. Namun di zaman ini, turbulensi disebut sebagai permasalahan fisika klasik modern. Hal ini disebabkan oleh beberapa perkembangan pesat teori tentang turbulensi itu sendiri.
Stratifikasi Massa Air Berdasarkan Turbulensi
            Turbulensi dapat terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, seperti proses pencampuran coklat pada secangkir susu hingga dispersi polutan yang terjadi di atmosfer. Terjadinya pembentukan galaksi pada awal terciptanya alam semesta ini hingga konveksi teral air dalam panci yang mendidih. Begitu pula dengan turbulensi yang terjadi laut yang dikenal dengan sebutan mixing oleh para ahli Oseanographer.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8_Dif3PFJ3nTRHH3KVb1wLgd8jNBNwfxo3IC3rsKoFcNCsmXe1t9PyMwTbl7vHfK3W20ri-khaBjW2yibHk9vrF7sFSOXr4OkxpqmpckqfoMcXOuUaSzERqhrQdTusOXC_lP6QOqfa6E/s1600/1.gif 
Gambar: Starifikasi Massa Air
            Secara vertikal, massa air memiliki lapisan-lapisan yang terbentuk dengan komposisi fisik tertentu, seperti temperatur, salinitas, densitas, dan tekanan. Adanya fenomena pelapisan massa air ini, dapat mempengaruhi kestabilan massa air tersebut (Pond dan Pickard, 1983). Secara umum, densitas massa air akan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Dalam kondisi tidak adanya gangguan, massa air yang memiliki densitas rendah akan selalu berada di atas massa air yang berdensitas tinggi. Adanya gangguan akan berpotensi mendistorsi profil tersebut yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur secara vertikal, dimana massa air dengan densitas tinggi berada di atas massa air berdensitas rendah. Kestabilan ini akan menyebabkan berisolasi atau bergerak secara vertikal pada kolom air, karena pada prinsipnya fluida akan cenderung bergerak untuk mencari posisi stabil (Pickard dan Emery, 1990).
            Proses pergerakan massa air secara vertikal ke atas permukaan disebut upwelling, selain itu pergerakan ini membawa nutrien yang terkandung di dalam massa air. Fenomena ini sangat berkaitan dengan tingkat kesuburan perairan. Hal ini dikarenakan dengan terlihatnya fluktiasi nutrien yang terangkat pada lapisan dalam di suatu perairan. Titik poinnya adalah terjadinya pencampuran vertikal massa air diebabkan oleh ketidakstabilan partikel sel massa air akibat dari aktivitas gelombang internal atau aliran massa air yang berinteraksi dengan konfigurasi topografi dasar perairan.         
Turbulensi pada air laut dapat dibagi atau terstratifikasi sebagai berikut:
a.   Turbulensi pada surface water : turbulensi pada surface water dapat terjadi akibat kekuatan angin dan pasang surut air.
b.  Turbulensi pada intermediate water: turbulensi pada intermediate water dipengaruhi oleh arus geser baik secara vertical maupun lateral.
c.   Turbulensi pada deep water: turbulensi pada deep water dapat dipengaruhi oleh keadaan lantai dasar yang tidak rata,sehingga merubah arah gerak arus.
Percampuran (Mixing) Turbulen di Lautan
Fluida, udara dan air di atmosfer dan lautan yang menyelimuti bumi yang padat, hampir semuanya berada pada status turbulen. Turbulen sangat efektif dalam transfer momentum dan panas di lautan. Pengetahuan tentang turbulen dan pengaruhnya di lautan sangat krusial untuk mengerti bagaimana lautan bekerja dan untuk membangun model untuk memprediksi bagaimana lautan akan berubah atau interaksi dengan atmosfer untuk kedepannya (Thorpe, 2005).
Aliran di laut adalah aliran turbulen, dan percampuran sebagian besar adalah hasil dari stirring (gerakan) turbulen eddy. Percampuran turbulen kebanyakan sepanjang permukaan isopiknal, tempat dimana terjadinya pelepasan energi yangg sedikit, tetapi percampuran dan perbedaan densitan air juga terjadi. Hal ini disebut seabgai “percampuran diapiknal” (Open University, 2004).
Setelah beberapa dekade, telah jelas bahwa variasi temperatur dan salinitas itu sendiri yang menyebabkan percampuran (mixing). Selama terjadi proses percampuran, panas dan garam akan berdifusi yang terjadi pada level molekular. Difusi panas lebih cepat dibanding difusi garam, dan reltif cepat transfer panas dari lapisan yang lebih panas, air yang salinitasnya lebih tinggi ke lapisan yang lebih dingin, air yang salinitasnya kurang tinggi mungkin menyebabkan ketidakstabilan dalam skala kecil. Fenomena yang berkaitan dengan difusi panas dan garam ini adalah salt fingering. Proses ini berkontribusi signifikan terhadap percampuran vertikal di laut secara umum, dan fenomena skala sangat kecilnya overturns konvektif berpengaruh pada karakteristik massa air secara besar (Open University, 2004).
Turbulen akan membawa nutrien dari dasar ke permukaan sehingga fitoplankton bisa berfotosintesis dan lingkungan laut menjadi subur. Turbulen dekat permukaan yang digerakkan oleh angin dan proses pendinginan, bisa membawa panas dari dan ke dalam laut sehingga laut menjadi reservoir sebagai komponen utama penggerak iklim bumi. Selain  itu, turbulen di dasar perairan menjadi pengontrol pengendapan dan resuspensi sedimen (Sulaiman, 2000). Turbulensi juga mempengaruhi penjalaran gelombang akustik dan gelombang optik di laut melalui peristiwa hamburan, refraksi dan difleksi (Monin, A.S dan R.V Ozmidov, 1985).
Kajian percampuran massa air sangat berpengaruh pada berbagai isu, mulai dari iklim regonal yang berkaitan dengan transfer bahang dan massa air tawar ke lapisan termoklin, serta penting untuk mendapatkan nilai fluks nutrien dari lapisan termoklin yang bersesuaian dengan lapisan nutriklin (Purwardana et al, 2014).
Mixing di sekitar selat memainkan peran penting pada variabilitas 20 tahunan dari suhu, salinitas, konsentrai nutrien dan konsentrasi oksigen terlarut, kemungkinan juga mengubah amplitudo pasang surut oleh siklus pasang surut 18.6 tahunan (Itoh et al, 2014).
Percampuran turbulen pada batas laut memainkan peran penting pada sirkulasi global dan transpor panas. Percampuran diapiklinal di laut terbuka berkisar antara 5 x 10-6 m2s-1 hingga 3 x 10-5 m2s-1. Karena interaksi yang kuat antara arus pasang surut dan skala kecil topografi dasar, dissipasi turbulen dan percampuran diapiklinal pada batas laut adalah 100-1000 kali lebih besar dibanding di dalam lautan terbuka (Munk dan Wunsch, 1998; Garret dan Laurent, 2002 dalam Xu et al, 2012)
Percampuran external dibangkitkan oleh pasang surut, angin dan arus gravitasi pada perairan pantai. Percampuran berpengaruh pada ekologi basin pantai seperti fyord, inlet, teluk, dan laguna, karena intensitas dan perubahan mempengaruhi ventilasi basin tertutup. Percampuran fisik juga bisa mesuplai nutrien ke zona eufotik, berpotensi meningkatkan pengikatan karbon untuk fotosintesis. Proses ini terutama sekali penting untuk produktivitas primer global (Sato et al, 2014).
Pada percampuran massa air, hubungan antara suhu dan salinitas massa air tersebut akan meunjukkan intensitas dan daerah terjadinya campuran. Dengan mempelajari hubungan salinitas dan suhu dapat mengetahui proses percampuran yang dapat terjadi.
Secara horizontal sebaran suhu didasarkan pada letak lintang. Wilayah dengan intesitas penyinaran matahari yang lebih banyak ialah daerah-daerah yang terletak pada lintang 100LU – 100LS. Implikasinya, suhu air laut tertinggi akan ditemukan di daerah sekitar ekuator. Semakin ke arah kutub, suhu air laut semakin dingin (Hutagalung, 1998 dalam Rosmawati. 2004). Hal ini jugalah yang menyebabkan kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil.
Turbulensi juga berkontibusi dalam terjadinya stratifikasi suhu di perairan. Sebaran vertikal suhu di perairan tropis dapat dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen, lapisan termoklin dan lapisan dalam (Soegiarto dan Birowo, 1975 dalam Perdede, 1975). Lapisan homogen bercirikan penyebaran parameter oseanografi yang homogen yang disebabkan oleh adanya pengadukan angin dan arus. Kedalaman lapisan homogen di perairan tropis berkisar antara  50 – 100 m. Lapisan termoklin dicirikan dengan penurunan (gradasi) suhu yang cepat per kedalaman. Letak lapisan termoklin berada pada kedalaman 100 – 300 m dari permukaan laut. Selanjutnya lapisan di bawah lapisan temoklin merupakan lapisan dalam.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turbulensi
Topografi dasar perairan paparan kontinen juga berperan besar dalam mekanisme turbulensi di wilayah pesisir. Nash and Moum (2001), menyatakan meskipun coastal shelf dibentuk oleh lekuk batimetrik yang relatif kecil, tetapi bentuk demikian secara nyata mempercepat arus rata-rata (mean current) dan memodifikasi shear menegak, menguatkan gradien densitas dan mengurangi ambien aliran terstratifikasi. Oleh karena itu topogra-phically induced-turbulence di perairan paparan kontinen perlu diperhitungkan sebagai fraksi yang cukup besar dari total percampuran di wilayah pesisir.
Beralih ke sebaran suhu secara melintang, dimana suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Karena dekat dengan daratan, pada siang hari suhu di  pantai umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah laut terbuka karena pada siang hari daratan lebih mudah menyerap panas matahari. Sedangkan laut relatif sulit untuk melepaskan panas bila suhu di lingkungannya tidak berubah. Begitu juga pada malam hari sehingga di daerah lepas pantai suhunya lebih rendah dan lebih stabil dibanding daerah pantai (Sugiarto dan Birowo, 1975 dalam Perdede, 1975).
Lapisan tercampur ditentukan dengan menghitung gradien = 0,02 dengan titik acuan densitas permukan. Bila gradien le-bih dari 0,02 maka lapisan tersebut dikate-gorikan sebagai lapisan termoklin (Cisewski et al., 2005). Batas antara lapisan termoklin dan lapisan dalam yang homogen dilihat secara visual dari data densitas yang di cross cek dengan data temperatur, batasnya adalah daerah dimana nilai densitas tidak menurun tajam terhadap kedalaman. Kedalaman lapis-an tercampur, termoklin dan lapisan homo-gen di bagian dalam berbeda-beda pada setiap penurunan CTD.







KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini ialah sebagai berikut:
1.    Turbulensi adalah pencampuran air dengan vector yang berbeda arah dan tenanga, sehingga membentuk suatu gelombang atau pusaran-pusaran air. Arus turbulen dapat terjadi dalam perairan, ketika arus air laminar (lurus) bertabrakan dengan suatu penghalang (barier) seperti terumbu buatan kemudian timbul pusaran (eddies) disekitar penghalang tersebut.
2.    Turbulensi pada air laut dapat dibagi atau terstratifikasi sebagai berikut:
a.   Turbulensi pada surface water : turbulensi pada surface water dapat terjadi akibat kekuatan angin dan pasang surut air.
b.  Turbulensi pada intermediate water: turbulensi pada intermediate water dipengaruhi oleh arus geser baik secara vertical maupun lateral.
c.   Turbulensi pada deep water: turbulensi pada deep water dapat dipengaruhi oleh keadaan lantai dasar yang tidak rata,sehingga merubah arah gerak arus.
3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi turbulensi di perairan yaitu suhu, arus, densitas, dan topografi dasar perairan.
Saran
            Saran dari mata kuliah ini adalah diharapkan agar seluruh mahasiswa lebih mempersiapkan diri sebelum masuk mata kuliah Dasar Oseanografi agar proses perkuliahan dapat berjalan dengan lancer dan aktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENCEMARAN PADA PERAIRAN

PENCEMARAN PADA PERAIRAN Oleh: Deswanti Sitanggang 150302027 Manajemen Sumberdaya Perairan A ...